Bagaimana Aku Menjadi Seorang Mahasiswi Eksekutif



Begini rasanya kuliah yang dulu aku idam-idamkan saat masih duduk dibangku SMA. Kuliah dengan mengambil jurusan yang bukan aku inginkan. Kuliah dengan mengambil kelas eksekutif yang tidak pernah terlintas dibenakku. Saat ini aku masih berada di semester tiga, dua minggu ke depan aku akan menghadapi UAS. Aku tidak pernah tahu, apakah ini sebuah tradisi. Saat menghapi UAS tiba, kami para mahasiswa akan disibukkan dengan segudang tugas. Baiklah, katakan itu berlebihan, tapi begitulah adanya. 

Seperti judul diatas, aku akan menceritkan bagaimana kisahku sebagai seorang mahasiswi eksekutif atau mahasiswi non regular atau mahasiswi kelas karyawan. Aku memulai kuliah pada tahun 2017 saat itu usiaku 19 tahun. Aku menunda satu tahun setelah lulus SMA. Sejak duduk dibangku kelas dua belas Sekolah Menengah Atas menjelang Ujian Nasional, aku mengikuti program Bidikmisi salah satu persyaratan SNMPTN. Aku rajin memperbaiki nilai-nilaiku yang dirasa kurang untuk memenuhi standar kualifikasi mengikuti SNMPTN. Setiap hari mengejar guru mata pelajaran, meminta perbaikan nilai. Mengikuti semua intruksi guru BK, perkembangan, dan berita terbaru seputar perkuliahan. Aku sangat terobsesi dengan Perguruan Tinggi Negeri dengan major Ilmu Komuniksai dan embel-embel kuliah gratis. Bahkan aku mengikuti serangkaian tes Try Out SBMPTN. Saat itu aku yang aku pikirkan hanya bagaimana caranya agar aku dapat kuliah sesuai dengan apa yang aku inginkan. Tanpa berpikir yang lainnya.

Kemudian saatnya tiba, hasil tes SNMPTN keluar, dan ternyata namaku tidak termasuk ke dalam nama-nama murid yang lolos tes tersebut. Tentu saja aku sedih, bohing kalau tidak. Aku bimbang. Masih ada satu cara, yakni dengan mengikuti tes SBMPTN. Aku pernah mengikuti Try Out-nya, aku memiliki gambaran soal, meskipun aku pikir itu tidak terlalu mudah bagiku yang hanya seorang murid biasa. Aku berpikir ulang, untuk mengikuti tes tersebut atau tidak. Kebetulan saat itu kalau ingin mengikuti tes dikenakan biaya sebesar dua ratus ribu rupiah. Aku bisa saja membayarnya dengan uang tabungan yang aku miliki. 

Namun, aku terus berpikir kembali dengan segala kemungkinan yang ada. Kalau pun aku lulus tes tersebut bagaimana dengan kehidupan awal kuliahku yang mana jauh dari keluarga. Karena Perguruan Tinggi Negeri pilihan terdekatku adalah Bandung, sementara aku berdomisili di Sukabumi. Kedua orang tuaku sudah tak lagi muda. Ketiga kakakku sudah menikah. Dan aku bukan berasal dari keluarga yang dengan mudah bisa kuliah dimana saja sesuai keinginan. Dengan segala pertimbangan, aku menurunkan ego dan ambisiku. Aku memutuskan untuk tidak mengikuti tes tersebut.

Sampai tiba hari dimana aku dinyatakan lulus dari Sekolah Menengah Atas. Ada penyesalan yang aku rasakan. Rasa sedih yang berkecamuk, saat melihat teman-teman satu angkatanku bersiap-siap untuk memulai meneruskan Pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Aku mengalami fase dimana seakan hidup tidak adil. Semesta tidak berpihak padaku. Tiga bulan setelah lulus SMA aku memutuskan untuk bekerja, karena aku tidak mungkin terus berdiam diri rumah, berlarut-larut dalam kesedihan dan keputus-asaan, yang hanya akan menambah beban orang tua. 

Satu tahun aku bekerja, kemudian teman dekatku memberitahu bahwa dia mendaftarkan diri di salah satu Universitas Swasta di Bogor. Aku langsung memberitahu keputusan mendadakku mengenai aku yang ingin melanjutkan pendidikannku kepada orang tuaku. Tentu saja mereka bertanya apakah keputusanku ini sungguh-sungguh ? Aku meyakinkan diri dan kedua orang tuaku, bahwa apa yang aku katakan adalah keputusan final yang aku ambil.

Saat itu pandanganku tentang kuliah sedikit berubah, aku ingin melanjutkan pendidikanku karena aku tidak ingin terus-terusan menjadi karyawan seumur hidupku. Tidak ada jaminan yang menjajikan bila hanya mengandalkan diri sebagai karyawan saja. 

Aku ingin merubah hidupku, aku ingin merubah hidup kedua orang tuaku. Aku ingin membuktikan kepada orang-orang  yang selalu memandang rendah keluargaku, bahwa aku bisa menjadi manusia yang sesungguhnya dengan cara berkuliah.

Majorku Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya bahwa aku akan mengambil jurusan tersebut. Bahkan aku tidak pernah ingin menjadi seorang guru. Lambat laun aku jalani kehidupan baruku sebagai seorang mahasiswi. Dimasa-masa adaptasi aku mulai nyaman, bertemu banyak orang yang banyaknya berlatar belakang sama denganku, yakni seorang karyawan.

Sampai saat ini aku di semester tiga aku mulai merasa jenuh, jenuh dengan banyaknya tugas. Ada salah satu mata kuliah yang bisa dikatakan sangat membebaniku. Dosen mata kuliah terssebut setiap pertemuan memberikan tugas individu yang berisikan dua materi yang menurutku sedikit rumit jika harus dilakukan seorang diri. Terlebih aku, dan teman-temanku kebanyakan menghabiskan waktu kami di tempat pekerjaan. Dengan tugas yang bisa dikatakan banyak untuk setiap individu. Aku semakin terbebani dengan jam kerjaku yang menggila. Aku menghabiskan setidaknya paling sedikit sebelas jam di tempat pekerjaan. Saat shift pagi aku baru akan pulang paling cepat pukul setengah tujuh malam, dan baru akan pulang pukul setengah delapan pagi saat shift malam.

Ternyata begini rasanya berjuang demi masa depan yang diimpikan. Perjalana menjadi seorang guru tidak semudah membalikan telapak tangan.

Aku bersyukur saat masih bisa menyempatkan mengerjakan tugsaku diwaktu istirahatku yang pas-pasan. Menyelesaikan tugas dengan waktu saja sudah alhamdulillah sekali.
Aku banyak mengeluh, kemudian aku berpikir kembali. Ya, ini adalah keputusanku sejak awal, kuliah sambil kerja memang begini. Resiko yang aku tanggung tidak hanya berupa  beban materi tapi juga psikis. 

Hati kecilku tersentil, saat melihat mereka, teman-teman kuliahku yang masih bertahan hingga saat ini dengan status sebagai perantau. Jauh dari orang tua. Kuliah dengan hasil keringat sendiri. Mereka saja yang jauh dari keluraga mampu bertahan, kenapa aku yang hidup dekat dengan keluarga tidak bisa ?
Aku bangga menjadi mahasiswi eksekutif.

Teruntuk teman-teman seperjuanganku, mari terus bersemangat. Tunjukkan pada dunia, tunjukkan pada mereka yang memandang rendah, bahwa kita mampu menjadi manusia yang sesungguhnya. Menjadi guru yang menjadi suri tauladan. Menjadi penerus bangsa yang berkualitas. 

Terima kasih untuk siapapun yang telah meluangkan waktunya untuk membaca coretan hatiku, semoga kita semua menjadi apa yang kita impikan dimasa mendatang.💗

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIK : Rumus Cepat Membuat Daftar Isi

TIK : Rumus Cepat Membuat Daftar Pustaka